Monday, October 26, 2020

BUNGUR 613

 Suatu hari Murai jantan hinggap di pohon besar

Lalu menangis sejadi-jadinya

Ia tidak hirau lagi siapa di sekitarnya, ia baru saja kehilangan kekasihnya ditangkap pemburu

Ada yang menertawakannya, ada juga yang kasihan

Lalu Murai betina mendekat, berkicau riang

Dan tak jarang membagi makan pula

 

Hari berlalu, Murai jantan terhibur dan sejenak melupakan penderitaanya

Murai betina, setiap hari selalu menyapanya dan menghiburnya

Tidak pernah bertanya mengapa ia menangis

Ia hanya tulus saja, menghibur simurai jantan

Dan membagi makan karena sijantan tidak pernah beranjak dari ranting sejak pertama kali ia datang ke pohon itu

Hari demi hari ia mulai melupakan kekasihnya

Ia mulai ikut terbang berburu makan

Dan sibetina mulai menaruh hati

Tetapi hari demi hari pula, ketika sijantan sudah pulih benar

Pergi berpetualang mencari kekasihnya

Sore menjelang malam ia pulang dan tak jarang membawa makan pula

Sibetina gembira, ia mendapat harapan, karena hari demi hari simurai jantan terus pulang sekalipun ia pergi pagi malam pasti kembali.

Tetapi suatu ketika sijantan tidak kembali lagi, ia berpetualang sangat – sangat jauh tak bisa melupakan kekasihnya

Simurai betina menangis dan berharap sijantan kembali, ia sudah terlanjur cinta

Sibetina mencarinya dan ketemu, tetapi ia tidak mau kembali lagi

Karna tak ingin menyakiti lagi, sijantan ahirnya berterus terang:

“kekasihku ditangkap oleh pemburu” persis di hari pertama aku datang ke pohon itu

 “aku berusaha melupakannya, tetapi sungguh tidak bisa”

“aku terus mencarinya dan mencarinya, berharap menemukannya”

“maafkan aku murai betina !”

“kau sudah mengisi hari - hari tersulit dalam hidupku”

“tetapi hatiku masih tidak bisa melupakan kekasihku”

“aku masih berpikir akan terus bersamamu dan berharap cinta tumbuh seiring waktu kepadamu”

“tetapi hari demi hari aku semakin gila tidak bisa melupakan kekasihku”

“aku tidak ingin menyakitimu karna aku orang yang sakit”

“maka kumohon maafkan lah aku”

“kuharap kau tidak menangis di pohon itu, menangislah di hadapanku supaya kutahu betapa cinta bisa sangat menyedihkan”


(Titibungur, Juni 2013)